Rabu, 24 Februari 2010

Industri Pansus


oleh Anwari WMK

BAHASA Indonesia terus berkembang menjadi alat komunikasi yang hidup. Kata-kata baru atau bentukan kata-kata baru muncul ke permukaan. Bahkan, kemunculan itu begitu semarak. Bentukan kata-kata baru yang tak terbayangkan sebelumnya, toh pada akhirnya muncul ke permukaan. “Industri Pansus” merupakan bentukan kata baru yang mewarnai media massa. “Pansus” yang dimaksudkan di sini adalah Panitia Khusus Angket DPR RI tentang Bank Century.

Tak tanggung-tanggung, kata “Industri Pansus” itu dikemukakan oleh Wakil Presiden Boediono. Saat bertatap muka dengan jajaran Pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Boediono menyatakan kekhawatirannya bakal terjadi Industri Pansus (Seputar Indonesia, 30 Januari 2010). Ini terkait dengan kecenderungan yang terpilin di parlemen, di mana semua persoalan bangsa diskenariokan hendak diselesaikan melalui pembentukan Pansus.

Dengan cara pengungkapan sederhana, Boediono seakan-akan berkata, “Sedikit-sedikit Pansus, sedikit-sedikit Pansus.” Boleh jadi, ini merupakan suatu bentuk kejengkelan seorang wakil presiden kepada parlemen. Maklum, Boediono sedang terseret ke dalam skandal Bank Century. Sementara, DPR membentuk Pansus Angket untuk menyelidiki skandal Bank Century tersebut.

Namun terlepas dari masalah kejengkelan yang bergemuruh dalam dirinya, Boediono toh telah melontarkan sebuah istilah yang, diakui atau tidak, mewarnai perkembangan Bahasa Indonesia. Karena itu pula, penting memaknai apa sesungguhnya hakikat yang terkandung dalam istilah “Industri Pansus”.

Tak pelak lagi, pernyataan Boediono bernuansa menyindir. Ini karena, sudah enam Pansus Angket terbentuk sejak 2005, dalam era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Pansus-pansus itu adalah Pansus Angket Kenaikan Harga BBM yang dicetuskan dalam sidang paripurna DPR 31 Mei 2005, Pansus Angket Kebijakan Impor Beras yang terbentuk pada 24 Januari 2006, Pansus Angket Kenaikan Harga BBM yang digulirkann DPR pada 24 Juni 2008, Pansus Angket Penyelenggaraan Haji pada 2008, Pansus Angket Daftar Pemilih Tetap Pemilu pada 2009, dan Pansus Angket Bank Century yang digulirkan pada Desember 2009. Lima Pansus Angket tidak jelas hasilnya. Sedangkan Pansus Angket ke-6 tengah bergulir tatkala Boediono melontarkan istilah “Industri Pansus”.

Sebenarnya, Boediono berbicara tentang ketidakbecusan Pansus manakala difungsikan sebagai metode penyelesaian masalah bangsa. Pansus Angket memang mudah dibentuk di parlemen. Tapi juga mudah menguap tanpa kejelasan arah. Ini merupakan suatu bentuk teknikalitas politik yang tak bermakna. Pansus hanya representasi kepentingan subyektif para politikus di parlemen.

Dengan istilah “Industri Pansus”, Boediono seakan mengingatkan bangsa ini. Bahwa permainan politik di parlemen dengan begitu mudahnya mampu dan digdaya mereproduksi Pansus. Hanya tragisnya, kehadiran berbagai Pansus tak memberikan kontribusi positif terhadap membaiknya kehidupan bangsa. Pansus bahkan hanyalah suatu bentuk tawar-menawar politik yang tak memberi maslahat terhadap realitas hidup masyarakat.

Segalanya lalu menjadi jelas. Jika ke depan nanti masih juga muncul Pansus Angket yang tak bermakna di parlemen, sebut saja itu “Industri Pansus”. Maka, sudah selayaknya manakala istilah “Industri Pansus” masuk ke dalam cakupan lema (entry) dalam kamus Bahasa Indonesia. Mungkin, istilah “Industri Pansus” hilang bersama waktu jika aneka Pansus yang dibentuk DPR bukanlah sandiwara kepalsuan, tapi sepenuhnya memperjuangkan kedaulatan rakyat.[]

Tidak ada komentar: