Rabu, 27 Januari 2010

Pendidikan Menangkap Realitas

Oleh Anwari WMK

Tak sepenuhnya benar pandangan yang menyebutkan bahwa siswa di Indonesia terasing dari realitas. Pandangan semacam ini bertitik tolak dari tradisi dalam proses pembelajaran yang fokus pada pemenuhan target kurikulum. Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, besarnya fokus perhatian terhadap kurikulum diasumsikan menjadi sebab fundamental timbulnya keterputusan hubungan antara pendidikan dan realitas hidup masyarakat. Siswa dimengerti sebagai subyek didik yang terasing dari masyarakatnya. Pandangan ini lalu menyalahkan keadaan, lantaran proses pendidikan disimpulkan benar-benar berada dalam posisi disintegratif dengan realitas hidup masyarakat.

Manakala kita saksama mengobservasi keseharian siswa di lembaga pendidikan manapun di Tanah Air, maka akan didapatkan fakta dan kenyataan, bahwa pada derajat tertentu para siswa memiliki berbagai perspektif tentang realitas hidup masyarakat. Dengan kapasitas subyektif masing-masing, setiap siswa memiliki pemahaman terhadap realitas hidup masyarakat. Jika para siswa diminta menjelaskan realitas hidup masyarakat, baik secara lisan maupun dengan tulisan, maka dalam ranah kognitif mereka telah terkonfigurasi pemahaman yang spesifik terhadap masyarakat—dengan puspa ragam persoalannya. Tak sedikit dari siswa bahkan bisa menggambarkan penderitaan dan duka nestapa masyarakat korban lumpur panas Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur.

Akselerasi

Kita tahu, sistem kemasyarakatan yang terus berjalan hingga kini di Indonesia masih diwarnai oleh relasi-relasi primordialistik, dan bahkan sektarianistik. Pada berbagai aspek kehidupan masihlah dominan relasi primordialistik dan sektarianistik. Dalam situasi demikian, sistem kemasyarakatan di Indonesia belum bercorak individualistik. Implikasinya bagi setiap siswa sebagai individu tampak pada terbentuknya sensitivitas terhadap realitas. Para siswa kita masih “anak-anak masyarakat” yang primordialistik dan sektarianistik. Dengan sendirinya, anak-anak kita memiliki probabilitas untuk memahami secara natural realitas hidup masyarakat.

Maka, persoalan kita pada akhirnya tak sepenuhnya berhubungan dengan kosongnya pemahaman siswa terhadap realitas hidup masyarakat. Dalam ranah kognitif siswa telah tercipta basis pemahaman terhadap realitas hidup masyarakat. Persoalannya kemudian terkait dengan keniscayaan untuk melakukan akselerasi pemahaman pada tingkat individual siswa terhadap berbagai realitas yang terhampar dalam kehidupan masyarakat. Akselerasi pemahaman itulah yang sejauh ini tak sepenuhnya disentuh oleh kalangan guru.

Dengan peta persoalan semacam ini, pendidikan menangkap realitas masyarakat menjadi jelas arah dan pengembangannya. Pendidikan menangkap realitas tak perlu lagi mempersoalkan ada tidaknya pengetahuan tentang masyarakat dalam ranah kognitif siswa. Sebab, pengetahuan tentang masyarakat itu sudah ada. Hal mendasar yang kemudian dibutuhkan adalah akumulasi secara lebih besar pengetahuan dan pemahaman berkenaan dengan realitas hidup masyarakat.

Metodologi

Imperatif untuk mengakselerasi pengetahuan siswa terhadap realitas hidup masyarakat mempersyaratkan adanya metodologi pemahaman. Sebagaimana telah terpatri sebagai diktum dalam filsafat ilmu, akumulasi pengetahuan hanya mungkin dilakukan manakala ada ketepatan metodologi. Terlebih lagi, pendidikan menangkap realitas meniscayakan proses belajar mengajar menjadi salah satu fungsi dari lingkungan secara keseluruhan. Dalam konteks ini, analisis terhadap pemberitaan media massa dapat dikembangkan sebagai metodologi untuk mengakselerasi pemahaman.

Pada tataran yang bersifat teknis, metodologi ini dapat diimplementasikan secara sederhana. Setiap siswa dikondisikan memilih salah satu persoalan kemasyarakatan yang mengemuka dalam pemberitaan media massa nasional. Siswa lalu diarahkan untuk mengeksplorasi masalah-masalah substantif media massa serta diminta menemukan solusi terhadap masalah tersebut. Dengan bimbingan intensif dari kalangan guru, analisis berita ini bisa dilakukan secara individual oleh setiap siswa.

Pelan tapi pasti, melalui upaya ini muncul terobosan untuk mengukuhkan kehadiran pendidikan menangkap realitas. Melalui analisis berita, pendidikan menangkap realitas lebih mudah diimplementasikan. Semoga dengan cara ini, terjadi peningkatan mutu pendidikan nasional.[]

Tidak ada komentar: